Kamis, 01 September 2011

Filosofi Burung Tingang Menurut Hindu Kaharingan

Suku Dayak, Kalimantan
Burung Tingang merupakan satwa langka yang terdapat di hutan rimba Kalimantan. Tercatat sebagai keturunan burung yang hidup sejak ribuan tahun lalu. Sejak lama burung tingang memang sudah menjadi salah satu burung yang “dipuja” dibanyak kebudayaan kuno, termasuk suku Dayak di Kalimantan. Burung tingang pada beberapa kebudayaan kuno menjadi bagian ritual religi yang melambangkan kebebasan, kesucian dan mithologi. Burung yang dianggap memiliki kekuatan gaib oleh suku dayak ini, Kini ia termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi karena terancam punah.
Oleh karena itu hewan yang memiliki paruh yang cantik ini termasuk dalam satwa yang dilindungi di Indonesia. Burung Tingang ini memiliki ciri khas yang tersendiri antara lain; ukuran tubuh yang besar, kurang lebih dua kali ayam kampung dan memiliki paruh yang sangat besar menyerupai tanduk berwarna kuning gading, dari kepala sampai leher memiliki bulu yang seperti rambut manusia. Ekor memiliki warna yang memiliki makna tersendiri menurut orang dayak yaitu; putih,hitam dan putih. Dari kejauhan, burung ini dapat dikenali melalui suara yang parau lantang. Burung dengan ukuran tubuh yang sangat besar, dengan suara yang keras serta beberapa jenis memiliki warna tubuh yang mencolok, merupakan burung yang sangat jarang dijumpai.

Dalam kepercayaan umat hindu kaharingan, burung tingang memiliki makna tersendiri. Berdasarkan mithologi agama hindu kaharingan, di lewu batu nindan tarung (alam atas), Tingang Rangga Bapantung Nyahu (burung tingang) adalah  salah satu penciptaan Ranying Hatala melalui perubahan wujud Luhing Pantung Tingang (destar) yang dipakai oleh Raja Bunu ketika ia menerima Danum nyalung Kaharingan belum (Air Suci Kehidupan). Seperti yang terdapat dalam ayat-ayat kitab suci panaturan
Pasal 27 ayat 21
Hayak auh nyahu batengkung ngaruntung langit, homboh malentar kilat basiring hawun,Luhing pantung tingang basaluh manjadi Tingang Rangga Bapantung Nyahu”.

Bersama bunyi Guntur menggemuruh memenuhi alam semesta, petir halilintar menggetarkan buana, Luhing pantung tingang kejadian menjadi Tingang Rangga Bapantung Nyahu (burung enggang).

 Kemudian burung tingang tersebut tinggal dan menempati Lunuk Jayang Tingang Baringen Sempeng Tulang Tambarirang (Pohon Beringin), dimana pada saat Balian Balaku Untung wujud burung tingang itu memberkati kehidupan manusia melalui perjalanan Banama Tingang (perahu) untuk mendapatkan berkat dan karunia dari Ranying Hatala.

Oleh karena itu dalam setiap upacara basarah yang dilakukan oleh umat hindu kaharingan selalu terdapat dandang tingang (bulu ekor tingang) sebagai sarana pelengkap yang terdapat didalam sangku tambak raja mendapatkan bulau untung aseng panjang (berkat dan karunia-Nya) dari Ranying Hatala. Dilihat dari filsafat keagamaan hindu kaharingan sendiri dandang tingang memiliki makna simbolis didalam kehidupan umat manusia yaitu :
1. Warna putih dibagian atas, berarti alam kekuasaan Ranying Hatala beserta manisfestasi-manisfestasi-Nya.
2. Warna hitam di tengah, yaitu alam kehidupan manusia di pantai danum kalunen (dunia) yang penuh dengan rintangan dan cobaan.
3. Warna putih dibagian bawah, berarti alam kekuasaan Jatha Balawang Bulau.
Dari ketiga warna tersebutlah yang menjadi warna corak dalam kehidupan umat hindu kaharingan yang diaplikasikan dalam bhakti sebagai ucapan syukur kepada Ranying Hatala dan Jatha Balawang Bulau melalui berbagai upacara-upacara yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Umat hindu kaharingan meyakini bahwa dalam bulu ekor tingang tersebut terdapat suatu kekuatan gaib yang menjadi pedoman hidup yang berlandaskan dengan Lime Sarahan (Lima Pengakuan Iman) dalam meyakini segala kekuasaan Ranying Hatala dalam kehidupan di dunia ini.  

http://sudarwana-sakri.blogspot.com/2011/06/buat-umat-hindu-kaharingan-di-kal-teng.html

3 komentar: