Senin, 29 Agustus 2011

Mengenal Hindu Kaharingan

Kaharingan/Hindu Kaharingan adalah religi suku atau kepercayaan tradisional suku Dayak di Kalimantan. Istilah kaharingan artinya tumbuh atau hidup, seperti dalam istilah danum kaharingan belum (air kehidupan), maksudnya agama suku atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Ranying), yang hidup dan tumbuh secara turun temurun dan dihayati oleh masyarakat Dayak di Kalimantan. Pemerintah Indonesia mewajibkan penduduk dan warganegara untuk menganut salah satu agama yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia.
Oleh sebab itu kepercayaan Kaharingan dan religi suku yang lainnya seperti Tollotang (Hindu Tollotang) pada suku Bugis, dimasukkan dalam kategori agama Hindu, mengingat adanya persamaan dalam penggunaan sarana kehidupan dalam melaksanakan ritual untuk korban (sesaji) yang dalam agama Hindu disebut Yadnya. Jadi mempunyai tujuan yang sama untuk mencapai Tuhan Yang Maha Esa, hanya berbeda kemasannya. Tuhan Yang Maha Esa dalam istilah agama Kaharingan disebut Ranying. Dewasa ini, suku Dayak sudah diperbolehkan mencantumkan agama Kaharingan dalam Kartu Tanda Penduduk, dengan demikian suku Dayak yang melakukan upacara perkawinan menurut adat Kaharingan, diakui pula pencatatan perkawinan tersebut oleh negara.
Tetapi di Malaysia Timur (Sarawak, Sabah), nampaknya kepercayaan Dayak ini tidak diakui sebagai bagian umat beragama Hindu, jadi dianggap sebagai masyarakat yang belum menganut suatu agama apapun. Organisasi alim ulama Hindu Kaharingan adalah Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan (MBAHK) pusatnya di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Adat rukun kematian Kaharingan
Jenis atau istilah adat rukun kematian Kaharingan meliputi Ngalangkang, Nambak, Ngatet Panuk, Wara, Wara Myalimbat, Ijambe, Bontang, Kedaton, Manenga Lewu, Marabia “Hanya boleh dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan September setiap tahun” kecuali untuk mati Kaharingan Lawangan upacara kematiannya disebut Wara.

Ketentuan waktu lamanya upacara adat rukun kematian Kaharingan masing-masing :

    Ngalangkang bisa paling lama 2 (dua) hari atau menyesuaikan tradisi leluhur.
    Wara bisa 3 (tiga) hari, (tidak sampai memotong kerbau)
    Wara bisa 5 (lima) hari membunuh kerbau
    Wara Nyalimbat 14 (empat belas) hari
    Nambak bisa 3 (tiga) hari
    Ijambe bisa 7 (tujuh) hari
    Marabia bisa 7 (tujuh) hari
    Manenga Lewu 7 (tujuh) hari
    Kedaton bisa 9 (sembilan) hari
    Ngatet Panuk 2 (dua) hari
    Ngandrei Apui Ramai 3 (tiga) hari, dan 7 (tujuh) hari hanya untuk para tokoh,


http://vaprakeswara.wordpress.com/2010/05/10/kaharinganhindu-kaharingan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar