OBJEK WISATA Gunung Pengsong, di Kabupaten Lombok Barat, NTB, bisa dibilang bukan tempat wisata biasa. Ada banyak hal yang bisa dinikmati pengunjung di sini. Selain suasana alam dan panorama yang masih asri, objek wisata ini juga kaya nilai sejarah dan budaya.
Gunung Pengsong hanya sebuah bukit batu hitam dengan rindang pepohonan, dengan ketinggian puncak sekitar 200 meter diatas permukaan laut (mdpl). Tapi yang menarik, dari puncak Gunung Pengsong, kita bisa melihat dan menikmati panorama indah Kota Mataram dan Lombok Barat dari berbagai arah.
Di puncak ini pula, terdapat sebuah tempat peribadatan umat Hindu, Pura Gunung Pangsung, yang konon merupakan Pura pertama dan tertua di Pulau Lombok. Gunung Pengsong terletak di Desa Kuripan, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, berjarak sekitar 10 Km ke arah Selatan dari Bandara Selaparang, Mataram. Menggunakan taksi hanya sekitar 15 menit dari bandara, dengan biaya sekitar Rp50ribu. Kawasan seluas lebih dari 11 hektare yang ditetapkan sebagai salah satu objek wisata sejak tahun 1996 ini, ibarat miniatur hutan. Banyak jenis pohon rindang, mulai albasiah hingga beringin berusia ratusan tahun. Kawanan kera coklat keabu-abuan, berhabitat di sini, dengan segala tingkah laku mereka yang menggoda pengunjung yang datang.
”Senang sekali melihat monyet-monyet ini berebut makanan, lucu,” kata Hariyadi (43), wisatawan domestik dari Surabaya, Jawa Timur. Heriyadi bersama istri dan tiga anaknya menghabiskan waktu empat hari, untuk berlibur ke Lombok, selama musim liburan akhir tahun. Gunung Pengsong menjadi salah satu tujuan wisatanya, selain pantai Senggigi yang sudah terkenal, dan sentra kain tenun di Sukarara, di Lombok Tengah.
Seperti biasa, jika ada pengunjung yang datang, ratusan ekor kera langsung menyambut dan mengelilingi mereka, ketika tiba di pelataran depan kawasan Gunung Pengsong. Monyet-monyet ini menanti diberi kacang atau jajanan yang dibawa. Tingkah mereka menggelitik, ada yang berebutan makanan dan kejar-kejaran, ada yang hanya berani menanti di kejauhan. Mulai dari pejantan besar, hingga monyet betina yang mengendong bayinya. Monyet-monyet ini juga akan selalu mengikuti pengunjung yang hendak mendaki puncak Gunung Pengsong, sepanjang perjalanan. Tapi, sebelum masuk ke kawasan, pengunjung pun harus taat dengan peraturan yang ada. Misalnya, pengunjung akan diberi kain selendang berwarna kuning untuk diikat di pinggang sebelum masuk ke kawasan. Selain itu, kaum perempuan yang sedang menstruasi juga dilarang masuk ke kawasan ini. Sebab, kawasan wisata ini merupakan tempat suci bagi umat Hindu, dan masih digunakan untuk beribadah. Teduh dan sejuk, adalah kesan pertama ketika masuk ke kawasan wisata Gunung Pengsong. Beragam jenis pohon tumbuh rindang, beberapa diantaranya beringin berusia ratusan tahun dengan akar-akar gantung yang tebal.
Ada mata air yang bisa dijumpai sebelum mulai mendaki. Lokasi mata air ”Tirta Mumbul Sari” biasanya digunakan umat Hindu tahapan pertama beribadah, sebelum ke tempat suci Melanting, dan Pura Gunung Pangsung yang letaknya lebih tinggi.
Meski sepanjang pendakian sudah tersedia undak-undak dari batu dan plesteran semen, untuk mencapai puncak Gunung Pengsong ternyata bukan hal mudah bagi yang tidak biasa mendaki. Toh setelah mencapai puncak, rasa lelah pasti terobati dengan panorama indah yang bisa dinikmati. Bangunan Pura Gunung Pangsung nampak anggun dengan relief-relief uniknya. Pura nampak bersih terawat, meski pun sudah berusia ratusan tahun. Dari puncak ini, pemandangan persawahan dan pemukiman hingga perairan teluk Lembar bisa terlihat di sisi Selatan. Ke arah Timur, puncak Rinjani bisa terlihat jika cuaca sedang cerah bersahabat, begitu pun ke arah Barat pesona Gunung Agung di Bali tak luput dari pandangan.
Gunung Pengsong sudah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya sejak 1996 silam. Sejak saat itu pula Pemerintah Lombok Barat menetapkannya menjadi salah satu objek wisata alam daerah.
Menurut Pemangku Pura Gunung Pangsung, Jero Mangku Semadiyatna, Pura ini berdiri sekitar tahun 1514 oleh Ida Betara Wayan Sebali, seorang pandita Hindu dari Geria Pendem, Karangasem, Bali.
”Kalau dari sisi sejarah, Pura ini merupakan yang paling tua di Lombok,” katanya.
Hingga kini, umat Hindu yang ngaturang atau beribadah di tempat suci ini bukan hanya datang dari Lombok, tetapi juga dari Bali, Yogyakarta, dan Jakarta.
Ada yang unik saat beribadah di Pura ini. Umat yang datang membawa banten (sesajian sembahyang) untuk ngaturang, harus jeli jika tak ingin isi banten direbut kawanan kera sebelum dipersembahkan.
”Makanya kami diberi ketapel karet ini oleh pemangku Pura. Untuk menakut-nakuti monyet,” kata I Nyoman Gatra, yang beribadah di Pura Gunung Pangsung.
Nyoman mengantarkan pamannya, I Wayan Ngarba, dari Bangli, Bali, yang saat itu ngaturang di Pura Gunung Pangsung.
Tapi jangan khawatir. Sebab, ketapel digunakan tanpa batu sehingga tidak menyakiti monyet-monyet yang lucu itu. Hanya dengan suara hentakan karetnya, monyet pasti menghindar dan lari menjauh.
Bila monyet-monyet datang hendak mengambil buah dan jajanan yang sedang dihaturkan dalam ibadah, karet ketapel pun ditarik dan dihentakkan. Monyet pun berlarian mendengar suara ketapel itu.
”Kalau lungsuran (Isi banten yang sudah selesai dipersembahkan dalam ibadah) tidak mengapa, kalian boleh makan,” kata I Wayan Ngarba, sambil memberikan buah-buahan dan jajan untuk kawanan monyet, setelah selesai beribadah di Pura Gunung Pangsung.
Selain Pura Gunung Pangsung yang bernilai sejarah sekaligus penanda masuknya umat Hindu dari Bali mula-mula ke Lombok, kawasan wisata Gunung Pengsong juga menandai masa penjajahan tentara Jepang di Pulau Lombok.
Konon, nama Gunung Pengsong diambil dari akronim Kepeng Song atau uang bolong. Ini uang logam yang digunakan sebagai alat tukar di zaman penjajahan dulu.
”Dulu saat tentara Jepang pergi, uang bolongnya konon banyak ditanam di kawasan ini. Makanya namanya Gunung Pengsong dari kata Kepeng Song,” kata Jero Mangku.
Kawasan wisata ini memang menarik untuk dikunjungi. Hanya saja, perhatian Pemda Lombok Barat nampaknya masih kurang, untuk menata kawasan ini lebih baik lagi.
Bangunan portal yang biasanya digunakan untuk karcis masuk di objek wisata, nampak rusak dan tidak terawat lagi di depan pintu masuk kawasan Gunung Pengsong.
Meski tersedia kamar mandi umum, namun di kawasan ini sulit ditemukan tempat sampah, sehingga banyak tercecer sampah bungkusan makanan dan minuman yang dibawa pengunjung.
Kurangnya perhatian Pemda ini, diakui juga oleh pemangku Pura Gunung Pangsung, Jero Mangku Semadiyatna.
”Kami sudah bersurat ke Pemda Lombok Barat melalui Dinas Periwisata, agar disediakan tempat sampah. Kami hanya minta empat unit tempat sampah, tai sampai sekarang tidak ada responsnya,” katanya.
Sejak 2002 silam, Jero Mangku Semadiyatna bersama dua pemangku lainnya, Dewa Mangku Kawi, dan Gusti Mangku Dharma diberi tugas tambahan oleh Pemda Lombok Barat untuk bertanggungjawab masalah kebersihan di kawasan ini.
Selain melayani umat yang beribadah, mereka juga yang bertugas menyapu dan membersihkan sampah sisa-sisa makanan yang dibawa pengunjung.
Padahal, pengunjung kawasan ini sangat banyak, mulai dari wisatawan lokal, domestik, sampai mancanegara, selain umat Hindu yang datang beribadah.
Lokasi Gunung Pengsong yang dekat dengan kawasan wisata pantai Kuranji - salah satu objek wisata pantai di Lombok Barat - membuat banyak pengunjung pantai yang turut mampir ke Gunung Pengsong.
”Kalau dipikirkan berat juga tugas kami ini, membersihkan kawasan yang luasnya lebih dari 11 hektare ini. Sampai sekarang kami yang membersihkan, tidak ada petugas kebersihan khusus dari Pemda. Kami pun bekerja hanya berbekal bhakti saja, tidak ada perhatian Pemda, meskipun kami diberi tugas ini sejak 2002 silam,” katanya.
Seingat Jero Mangku, Bupati Lombok Barat H Zaini Arony pernah menjanjikan bantuan biaya untuk kawasan wisata ini, ketika Bupati Zaini syuting film ”Misteri Gunung Rinjani”, awal tahun 2010 lalu. Tapi, entah kenapa, sampai sekarang janji itu belum terwujud juga.
”Padahal kami hanya meminta empat buah tempat sampah besar saja, untuk menampung sampah-sampah pengunjung,” katanya.
Lombok memang pulau indah dengan beragam objek wisata yang bisa dinikmati. Mulai dari pantai Senggigi, gunung Rinjani, rangkaian Gili-Gili, bahkan banyak bangunan Pura indah seperti Pura Batu Bolong di Senggigi, Pura Lingsar di Lombok Barat, dan juga Pura Gunung Pengsong ini.
Akulturasi budaya membuat sejumlah pemandu wisata berslogan ”di Bali anda tidak bisa melihat Lombok, tapi di Lombok anda bisa melihat Bali” untuk menggait tamu mereka.
Tak heran jika akhirnya pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat berani memprogramkan pariwisata sebagai andalan kedua setelah pertanian. Kini pemerintah daerah tengah giat mempromosikan potensi wisata Lombok dan Sumbawa dalam program Visit Lombok Sumbawa 2012 dengan target mendatangkan satu juta wisatawan per tahun.
Tapi sayang, di sisi lain pemerintah daerah seolah mengabaikan perhatian untuk objek-objek wisata yang potensial seperti Gunung Pengsong.*